Sebagai orang tua,
tentu kita akan terkejut, marah dan malu, jika mendengar atau mengetahui anak
kita suka mengambil barang milik orang lain.
Apalagi anak sempat dicap orang lain atau temannya sebagai pencuri.
Tentunya kitapun tidak menginginkan anak tumbuh mempunyai kebiasaan
mengambil barang yang bukan miliknya, bukan ?.
Acapkali perasaan
sebagai orang tua kesal, marah dan malu bercampur aduk, jika melihat perilaku
anak yang tidak wajar atau tidak semestinya tersebut. Kitapun terdorong menjadi emosional dalam
menyikapi perilaku anak yang menyimpang ini dengan cara keras, seperti
membentak, memarahinya, menjewer atau memukul menjadi alternatif untuk
mengatasi penyimpangan perilaku anak tersebut.
Bahkan, orang tua
acapkali tidak dapat mengendalikan atau mengontrol emosi, sehingga memojokkan
anak dengan kata-kata kasar dan tindakan kasar, seperti mencaci maki dan
memberi hukuman badan. Kita berharap
sikap keras dan galak dapat mengubah perilaku anak, sesuai dengan yang kita
harapkan. Namun tidak jarang kita merasa
tak habis pikir karena tindakan kita tersebut, justru menimbulkan sikap
permusuhan dan sikap tidak baik lainnya yang muncul pada anak. Seperti anak mulai berani melawan, anak
semakin mahir berbohong untuk menutupi perilakunya yang sebenarnya, dan
sebagainya.
Padahal kita harus
menyadari, terlalu cepat memberikan hukuman, terutama hukuman badan yang
mencederai fisik dan perasaan anak tidak efektif mengubah perilaku anak yang
sedang berkembang tersebut.
Bentuk-bentuk hukuman badan tersebut dapat disalahtafsirkan oleh anak. Anak bisa memandang berat hukuman tersebut tidak sesuai dengan bobot
kesalahannya.
Anak menganggap berat
hukuman tersebut lebih ditentukan oleh pelampiasan emosi rasa marah dan rasa
jengkel orang tua semata, sebagai hukuman.
Anak akan menafsirkan pemberian hukuman tersebut, sebagai “tindakan kejahatan yang tidak adil” yang
melukai hati anak, sehingga dirinya merasa terhina dan menimbulkan rasa
permusuhan anak.
Sebelum perilaku anak
berkembang menyimpang lebih parah lagi, maka kita harus memperhitungkan dan
mencari cara-cara yang tepat dan efektif untuk mengantisipasi kebiasaan anak
suka mengambil barang orang lain ini.
Jangan sampai kita salah dalam memperlakukan anak dan tindakan kita
tersebut menjadi bumerang dan penyesalan di kemudian hari.
Untuk mengantisipasi
penyimpangan perilaku anak ini, terlebih dahulu kita harus mencari tahu faktor
pencetus tindakan anak tersebut. Setelah
kita memahami betul akar permasalahan yang melatarbelakangi anak melakukan
tindakan mengambil barang yang bukan miliknya tersebut, kitapun dapat
menentukan sikap dan tindakan yang efektif dan konstruktif memperbaiki perilaku
anak.
Tindakan kita tersebut
dapat diterima dan membuka kesadaran anak, bahwa perbuatannya tersebut ternyata
salah dan tidak dibenarkan. Anakpun
menjadi “jera” dan tidak ingin
mengambil barang yang bukan miliknya lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar