Orang tua mana yang tidak mengeluh dan khawatir jika melihat anaknya
sudah keranjingan main video game sebagaimana yang menjangkiti anak-anak masa
kini di seantero dunia ?. Terlebih lagi keranjingan
video game ini sampai membuat anak lupa waktu, lupa belajar, lupa tugas-tugasnya,
dan lain sebagainya.
Memang jika diamati, anak yang keranjingan video game ini terlalu banyak
menghabiskan waktunya,
hampir sepanjang waktu setiap harinya di depan play
station, Nintendo, Sega Megadrive, Super Nintendo, Game Boy, juga video game di
komputer dan gadget yang saat ini sudah menjadi sahabat anak. Intinya, video game ini dapat menjadi sumber
masalah antara orang tua dan anak.
Bagi orang tua, keberadaan video game ini menjadi sesuatu yang dilematis
sekali. Di satu sisi mengisolasi anak
dari video game membuat anak menjadi gaptek (gagap teknologi) atau tidak
bergaul dengan kemajuan teknologi. Menjauhkan
video game dari anak dapat membuat anak ketinggalan tren di antara teman-teman
sepermainannya, sehingga bisa jadi ia menjadi bahan olok-olokan teman-temannya
karena gaptek. Bahkan ironinya, anak
dapat mencuri-curi waktu untuk main video game di luar rumah.
Namun disisi lain memperkenalkan video game pada anak dapat menimbulkan
persoalan yang memusingkan kepala orang tua.
Anak bisa menjadi keranjingan video game dan akan menghabiskan waktunya
untuk bermain video game. Anak kesulitan
membagi waktu dengan baik, karena video game seperti memiliki daya magnet atau
daya pikat yang sedemikian dahsyatnya bagi anak.
Anak yang dudah keranjingan video game umumnya menjadi sulit sekali
diatur. Bahkan tidak jarang membuat
orang tua bertengkar dengan anaknya.
Orang tua menginginkan anak dapat membagi waktunya untuk belajar,
mengerjakan tugas-tugasnya dan bersosialisasi.
Namun sebaliknya, anak menganggap orang tua terlalu cerewet, tidak
pengertian, tidak bisa melihat anaknya senang dan tidak memberikan kepercayaan
pada anak.
Hal yang paling mengkhawatirkan orang tua jika anak menghabiskan banyak
waktunya untuk bermain video game adalah merosotnya prestasi belajar anak. Begitu pula anak tidak mempunyai kemampuan
untuk bersosialisasi dengan baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan
pergaulannya di masyarakat.
Hal yang lebih berbahaya lagi adalah dapat menyebabkan meningkatnya
agresivitas anak. Ini dapat terjadi
karena pengaruh permainan yang menampilkan perilaku agresif, seperti permainan
yang menampilkan perkelahian yang brutal, perkelahian yang berdarah-darah,
sadis, adegan penyiksaan, pembunuhan, dan lain-lain.
Jenis permainan yang digemari tersebut dinikmati secara berulang-ulang,
secara tanpa sadar dan berangsur-angsur perilaku agresif tersebut akan terekam
dalam memori bawah sadar anak.
Akibatnya, anak menjadi terbiasa menyaksikan adegan kekerasan, sehingga
sikap-sikap agresif pada anakpun begitu mudah terbentuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar